Minggu, 12 Agustus 2012

Tugas 2 Pengambilan Keputusan (PIP Kelas B & A) DISTRIBUTION OF POWER

DISTRIBUTION OF POWER

Persoalan yang sulit dalam kekuasaan adalah bagaimana membagi kue kekuasaan tersebut.  Perselisihan, Pertengkaran dan  bahkan Konflik    kerap terjadi hanya dipicu oleh kue kekuasaan ini tidak terdistribusi secara merata.  Ada pihak yang memperoleh banyak, tetapi sebagaian yang lain hanya memperoleh sedikit bahkan tidak sama sekali.   Implikasinya, ketika mereka saling berebut kekuasaan  rakyat kerapkali jadi korbannya.   Ini lantaran  orang yang sudah memiliki kekuasaan, terus ingin menambahnya atau bahasa politiknya semakin mengakumulasi kekuasaan atau power.  Bahkan karena takut kekuasaan terlepas, maka sanak saudaranyapun diminta  atau tepatnya dipaksa untuk meng-hak-i  kekuasaan tersebut dengan cara-cara tidak fair.  Muncullah praktik  nepotisme dalam kekuasaan.   Menurut saudara  apa komentar anda terkait distribution of power dan praktik nepotisme kekuasaan.

Komentar    kali ini......, wajib dikomenkan di kolom comment.   Selamat berkoment  !  Salam Politik !

18 komentar:

Anonim mengatakan...

Menurut saya, hal memperebutkan kekuasaan dan keinginan untuk memiliki kekuasaan lebih adalah salah satu sifat dan kelemahan manusia. Tetapi sebagai pihak penguasa seharusnya memiliki nilai2 yang harus dijunjung dalam dunia politik, salah satunya keseimbangan. Keseimbangan dalam mendistribusikan kekuasaan yang ada, sehingga terciptalah pembagian kekuasaan secara merata dan adil. Sehingga dapat tercipta harmonisasi dalam kehidupan politik, rakyat pun tidak menjadi korban dalam perebutan kekuasaan.

Unknown mengatakan...

Menurut saya sesuai dengan sifat dasar manusia yaitu mahkluk yang tidak pernah puas itulah yang membuat praktek-praketk seperti itu bermunculan. Ketika kedudukan seseorang sudah menduduki posisi tertinggi dan ketika itu mereka dihadapkan pada persoalaan kekuasaan yang diberikan pada saudara, mereka pasti rela merosotkan kredibilitas mereka dibanding "hidup suci". Mereka "menanam saham" dengan mengajak atau memaksa keluarga mereka untuk menduduki kekuasaan yang tinggi pula alih-alih saat mereka sudah tidak mendapat kekuasaan lagi mereka masih "aman". Tindakan-tindakan seperti inilah yang membuat rakyat memandang politik itu buruk,terlebih rakyat miskin.

PRISCILLIA C.J 51411117

Unknown mengatakan...

Nama : Michael Sasmita
NRP : 51411009

Komentar saya masalah praktek nepotisme kekuasaan di Indonesia sampai saat ini belum bisa dihilangkan, walaupun sudah bergema masalah penghilangan nepotisme, tetapi belum ada bukti nyata masalah penghilangan, karena masalah nepotisme ini sudah berakar di Indonesia, dan belum ada bukti nyata untuk memberantasnya.

Dan komentar untu permasalahan Distribution of Power, menurut saya di Indonesia ini belum merata, dan hanya orang yang memiliki uang atau hubungan saudara dengan pejabat yang bisa menduduki kekuasaan di Indonesia. Mereka menggunakan uang dan kekuasaan untuk membeli kekuasaan. Dan sampai saat ini tidak ada kesempatan bagi orang biasa untuk mencoba politik atau kekuasaan.

Sekian dan Terima Kasih..

Lila Nathania mengatakan...

Menurut saya para pemegang kekuasaan di Indonesia bisa diibaratkan seperti seorang pecandu. Walaupun pada awalnya tentu tidak sedikit yang berangkat dengan idealisme tinggi, pada akhirnya mereka seringkali terjerat dan kecanduan pada kekuasaan. Memang kekuasaan itu bagaikan morfin. Nikmat tapi berbahaya. Jarang ada orang yang bisa menggunakannya dengan bijaksana. Pada dasarnya morfin sangatlah bermanfaat dalam bidang kedokteran karena dapat berfungsi sebagai anestesi yang mujarab. Namun saat ini morfin lebih sering diperjualbelikan dan digunakan secara gelap oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Seperti itulah kira-kira potret dunia politik di negeri kita. Para politikus yang sudah mencicipi nikmatnya kekuasaan biasanya jadi kecanduan dan tidak ingin kehilangan kekuasaannya itu. Mereka pun cenderung menghalalkan segala cara mulai dari menyuap, melakukan praktik nepotisme, hingga menjatuhkan nama baik pesaingnya dengan segala cara agar dia tetap bisa bertahta di kursi kekuasaannya. Masalah ini memang bukan perkara yang mudah untuk diselesaikan. Hal itu dikarenakan hingga saat ini belum ada badan yang benar-benar independen dan kapabel untuk mengevaluasi kinerja para politikus. Kekuasaan di Indonesia juga terlalu didominasi oleh kalangan tertentu. Walaupun mungkin kekuasaan terkesan sudah dibagi rata pada banyak orang, kenyataannya tidaklah sedikit yang berada dibawah kendali ‘kepala’ yang sama. Jadi sebenarnya di negeri ini kekuasaan hanya dipegang oleh beberapa raksasa besar yang mengontrol segala tindak tanduk kroninya. Sangat sulit bagi calon pemimpin independen untuk dapat memperoleh kursi di pemerintahan karena berbagai alasan. Semoga meski terdapat banyak halangan generasi muda Indonesia kian kritis dan mempersiapkan diri sebaik munkgkin untuk menjadi penerus bangsa.


Lila Nathania / 51411056
Pengantar Ilmu Politik Kelas B

Beatriz Bridget mengatakan...

Beatriz Tanasale
51411123

Dalam politik, terutama sistemnya sulit untuk mengatakan adanya pemerataan kekuasaan karena pada dasarnya segala sesuatu harus memiliki pemimpin tertinggi. Biasanya pimpnan tertinggi sering dihubungkan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi jika kita menilai dari sisi kuantitas, contohnya pemimpin partai dia memiliki kekuasaan atas seluruh partai dalam hal ini kebijakan, anggota, dan lain –lain, namun jika kita menilai secara quality sebenarnya di dalam politik itu setiap orang memiliki kekuasaan atas sesatu jabatan atau posisi yang dia pegang meskipun skalanya kecil ataupun besar.
Nepotisme maupun korupsi sebenarnya tidak terjadi jika seseorang yang ada dalam politik itu memiliki integritas terhadap apa yang ia kerjakan meskipun bagiannya hanya kecil. Karena sekecil apapun tanggung jawab dan kekuasaan kita itu akan berpengaruh besar terhadap orang lain.

Menurut saya, tolak ukur besarnya sebuah kekuasaan sebenarnya jangan dilihat dari berapa besar kekuasaan yang kita punya, namun berapa besar tanggungjawab atas kekuasaan yang kita miliki dan dioptimalkan semaksimal mungkin
Namun karena pencapaian terhadap posisi di politik yang cukup sulit mengingat banyaknya saingan politik saat ini maka politisi-politisi cenderung melakukan tindakan nepotisme untuk mempertahankan kekuasaan yang dia punya.
Di sisi lain mungkin kita juga bisa melihat keadaan sebaliknya, dimana hubungan seperti diatas pada dasarnya bukan nepotisme, namun dianggap seolah-olah nepotisme, contohnya : anak Presiden SBY yang kedua Ibas sekarang juga berkecimpung di dunia politik melalui partai dimana ayahnya Presiden SBY berperan menjadi pembina yaitu “Partai Demokrat”. Secara skeptis kita dapat menganggap hal ini sebagai Nepotisme, padahal faktor lain yang juga dapat dijadikan alasan adalah latar belakang keluarga dimana ia dibesarkan, yaitu ayah seorang presiden dan kakek dari ibunya yang seorang diplomat, juga dapat membangun minatnya tersendiri di dalam dunia politik.

Sebuah Nepotisme sebenarnya dapat dibuktikan ketika buah dari tindakan itu hanyalah sesuatu yang jelek dan buruk, misalnya Tender Wisma Atler Menpora yang dikerjakan oleh kerabatnya sendiri. Jika memang Kerabatnya berkompeten untuk mengerjakan proyek tersebut dan berhasil melaksanakannya secara benar, maka tindakan nepotisme adalah hal yang tidak dapat dibuktikan. Berbeda jika hasil yang dikerjakan buruk dan hancur-hancuran atau kerabatnya tidak berkompeten untuk mengerjakan proyek tersebut, maka tindakan tersebut adalah terbukti sebuah nepotisme.

Jika Latar belakang politisi dalam berpolitik hanya berdasarkan besarnya kekuasaan yang dapat ia miliki tanpa ada integritas dan rasa tanggung jawab kepada masyarakat maka korupsi,kolusi dan nepotisme tidak dapat terhindarkan apapun posisinya sebesar apapun kekuasaanyya

Debz Shop mengatakan...

Menurut saya, sah-sah saja dan tidak masalah apabila ada sanak saudara yang diminta untuk mempertahankan kekuasaan teresebut. Mereka tidak melanggar undang-undang yang ada. Keputusan untuk meminta sanak saudara mempertahankan kekuasaan akan salah apabila ada undang-undang yang mengatur.Bukan kah zaman sekarang adalah zaman demokrasi? Rakyat bebas memilih. Misalnya untuk memilih seorang presiden, rakyat tahu manakah capres yang pantas memimpin mereka. Meskipun capres yang maju dalam pemilu adalah sanak saudara mantan presiden yang lama tapi bila ada calon yang lebih bagus dan rakyat memilihnya, maka sanak saudara tersebut tidak dapat menjadi presiden. Menurut saya cara seperti distribution of power ini tidak masalah dilakukan, hanya saja etika dan tingkah laku harus dilakukan dengan fair dan dengan cara yang bersih.Tidak melakukan politik yang kotor.

Debby AW
51411073

Debz Shop mengatakan...

Menurut saya, sah-sah saja dan tidak masalah apabila adanya distribution of power yang dilakukan untuk menagkumulasi kekuasaan. Selama hal tersebut tidak melanggar undang-undang yang berlaku. Bukankah zaman sekarang adalah zaman demokrasi? Rakyat bebas memilih pemimpin mereka. Misalnya saja pemilihan presiden.Bila ada capres berasal dari sanak saudara mantan presiden, namun ada capres lain yang lebih berkompoten dan lebih bagus, maka rakyat akan memilih dia sebagai presiden. Sanak saudara mantan presiden tidak akan menjabat karena kalah dalam pemilu. Jadi tidak masalah distribution of power yang dilakukan. Hanya saja etika dan tingkah laku para politikus harus baik dan tidak melakukan politik yang kotor.

Debby AW
51411073

Valentina Sugianto mengatakan...

Menurut pendapat saya, terkait distribution of power dan praktik nepotisme kekuasaan di Indonesia ini memang sudah terjadi sejak jaman orde lama hingga sekarang ini, politik yang dibicarakan hanya politik membangun kekuasaan dan jabatan bukan lagi untuk membangun kesejahteraan rakyat. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat rakyat mengenai arti politik itu sendiri, yaitu : Politik itu kotor, politik itu penuh kekerasan, politik itu ajang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu kasus nepotisme yang dapat kita lihat ialah Presiden SBY yang mempersiapkan Putra bungsunya, Edi Baskoro sebagai calon wakil rakyat dari Partai Demokrat. Baik Puan Maharani dan Edi Baskoro, kini sudah sama-sama punya jabatan strategis di partainya masing-masing. Menurut saya hal itu memang sah sah saja, mengajukan anak atau kerabat sendiri untuk duduk di per-politikan Indonesia, jika memang anak atau kerabat itu memang mempunyai kompeten dalam hal memimpin bangsa ini, dan untuk mendapatkan suara rakyat tidak perlu lah membuang uang-uang bermilyar-milyar sebelum pemilu, sebenarnya dengan menunjukan prestasi dan pengabdian diri kepada masyarakat, itu sudahlah cukup. Oleh karena itu, perlu menafsir ulang kembali makna politik dengan dilatarbelakangi sebuah pemahaman, bahwa politik sebenarnya bukan semata-mata untuk membangun kekuasaan, melainkan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Makna politik seharusnya menjadi sarana untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama.

Valentina Sugianto mengatakan...

Menurut pendapat saya, terkait distribution of power dan praktik nepotisme kekuasaan di Indonesia ini memang sudah terjadi sejak jaman orde lama hingga sekarang ini, politik yang dibicarakan hanya politik membangun kekuasaan dan jabatan bukan lagi untuk membangun kesejahteraan rakyat. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat rakyat mengenai arti politik itu sendiri, yaitu : Politik itu kotor, politik itu penuh kekerasan, politik itu ajang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu kasus nepotisme yang dapat kita lihat ialah Presiden SBY yang mempersiapkan Putra bungsunya, Edi Baskoro sebagai calon wakil rakyat dari Partai Demokrat. Baik Puan Maharani dan Edi Baskoro, kini sudah sama-sama punya jabatan strategis di partainya masing-masing. Menurut saya hal itu memang sah sah saja, mengajukan anak atau kerabat sendiri untuk duduk di per-politikan Indonesia, jika memang anak atau kerabat itu memang mempunyai kompeten dalam hal memimpin bangsa ini, dan untuk mendapatkan suara rakyat tidak perlu lah membuang uang-uang bermilyar-milyar sebelum pemilu, sebenarnya dengan menunjukan prestasi dan pengabdian diri kepada masyarakat, itu sudahlah cukup. Oleh karena itu, perlu menafsir ulang kembali makna politik dengan dilatarbelakangi sebuah pemahaman, bahwa politik sebenarnya bukan semata-mata untuk membangun kekuasaan, melainkan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Makna politik seharusnya menjadi sarana untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama.

Valentina Sugianto mengatakan...

Menurut pendapat saya, terkait distribution of power dan praktik nepotisme kekuasaan di Indonesia ini memang sudah terjadi sejak jaman orde lama hingga sekarang ini, politik yang dibicarakan hanya politik membangun kekuasaan dan jabatan bukan lagi untuk membangun kesejahteraan rakyat. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat rakyat mengenai arti politik itu sendiri, yaitu : Politik itu kotor, politik itu penuh kekerasan, politik itu ajang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu kasus nepotisme yang dapat kita lihat ialah Presiden SBY yang mempersiapkan Putra bungsunya, Edi Baskoro sebagai calon wakil rakyat dari Partai Demokrat. Baik Puan Maharani dan Edi Baskoro, kini sudah sama-sama punya jabatan strategis di partainya masing-masing. Menurut saya hal itu memang sah sah saja, mengajukan anak atau kerabat sendiri untuk duduk di per-politikan Indonesia, jika memang anak atau kerabat itu memang mempunyai kompeten dalam hal memimpin bangsa ini, dan untuk mendapatkan suara rakyat tidak perlu lah membuang uang-uang bermilyar-milyar sebelum pemilu, sebenarnya dengan menunjukan prestasi dan pengabdian diri kepada masyarakat, itu sudahlah cukup. Oleh karena itu, perlu menafsir ulang kembali makna politik dengan dilatarbelakangi sebuah pemahaman, bahwa politik sebenarnya bukan semata-mata untuk membangun kekuasaan, melainkan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Makna politik seharusnya menjadi sarana untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama.

MejiKuHibiniuKu_Hidupku ImajinasiKu mengatakan...

Nepotisme dalam konteks apapun adalah dosa besar yang diharamkan semenjak kelahiran bayi reformasi di Indonesia. namun nepotisme tidak hanya lahir dan tamat pada saat itu. Nepotisme pun tetap akrab bertahan hingga sekarang di lingkaran kekuasaan negeri ini. Praktik Nepotisme lazim dilakukan oleh para penguasa untuk melegitimasi dan melestarikan kekuasaannya.
Faktanya dapat kita lihat pada struktur pemerintahan, juga partai politik di Indonesia, beberapa partai poltik besar, diakui atau tidak, menampakan keterkaitan anggota keluarganya dalam jabatan jabatan penting. Para penguasa lebih percaya pada ikatan keluarga daripada kemampuan seorang politikus karier. Walaupun para kerabat tidak memiliki pengalaman di bidang politik yang cukup, loyalitas menjadi alasan utama penguasa memilih anggota keluarga untuk duduk dalam lingkaran kekuasaan, dengan demikian terjadilah loncatan karier melampaui para kader senior yang telah mengabdi lama dengan bermodalkan berbagai resep politik negeri ini.
Sudah seharusnya mereka kini sadar dan berpikir tentang dampak kedepannya yang akan diterima bangsa ini. apabila praktik nepotisme ini terus berlangsung maka yang memimpin bangsa kita kedepan hanyalah para pemimpin “titipan”, yang dasarnya tidak teruji secara kuantitas dan kapibilitas. Alhasil negera kita yang harusnya menjadi negera yang berkembang dan mampu bersaing dengan Negara lain akan terperosok, karena hilang akan calon pemimpin Negara yang berintegritas, berkualitas, dan professional.

Note:
Ketika praktik neoptisme lazim dilakukan dapat dipastikan yang diperjuangkan penguasa bukanlah kesejateraan rakyat tetapi kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan.

salam politik!!!

Jeanli elFindy
51411088

MejiKuHibiniuKu_Hidupku ImajinasiKu mengatakan...

Nepotisme dalam konteks apapun adalah dosa besar yang diharamkan semenjak kelahiran bayi reformasi di Indonesia.
namun nepotisme tidak hanya lahir dan tamat pada saat itu. Nepotisme pun tetap akrab bertahan hingga sekarang di lingkaran kekuasaan negeri ini.
Praktik Nepotisme lazim dilakukan oleh para penguasa untuk melegitimasi dan melestarikan kekuasaannya.

Faktanya dapat kita lihat pada struktur pemerintahan, juga partai politik di Indonesia,
beberapa partai poltik besar, diakui atau tidak, menampakan keterkaitan anggota keluarganya dalam jabatan jabatan penting.
Para penguasa lebih percaya pada ikatan keluarga daripada kemampuan seorang politikus karier.
Walaupun para kerabat tidak memiliki pengalaman di bidang politik yang cukup, loyalitas menjadi alasan utama penguasa memilih anggota keluarga untuk duduk dalam lingkaran kekuasaan,
dengan demikian terjadilah loncatan karier melampaui para kader senior yang telah mengabdi lama dengan bermodalkan berbagai resep politik negeri ini.
Sudah seharusnya mereka kini sadar dan berpikir tentang dampak kedepannya yang akan diterima bangsa ini.
apabila praktik nepotisme ini terus berlangsung maka yang memimpin bangsa kita kedepan hanyalah para pemimpin “titipan”, yang dasarnya tidak teruji secara kuantitas dan kapibilitas.
Alhasil negera kita yang harusnya menjadi negera yang berkembang dan mampu bersaing dengan Negara lain akan terperosok, karena hilang akan calon pemimpin Negara yang berintegritas, berkualitas, dan professional.

Note:
Ketika praktik neoptisme lazim dilakukan dapat dipastikan yang diperjuangkan penguasa bukanlah kesejateraan rakyat tetapi kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan.

salam politik!!!

Jeanli elFindy
51411088

Unknown mengatakan...

Mila Anggraini Widjaja 51411057

Praktik nepotisme kekuasaan itu didasari karena adanya pendistribusian kekuasaan yang tidak merata. Para penguasa yang seharusnya sudah memiliki kekuasaan pun kerap kali ingin  merebut kekuasaan orang lain. 
Mereka berlomba-lomba untuk mendapat kekuasaan hanya cuma ingin dihormati semua orang, mereka merasa kalau dirinya punya kekuasaan penuh dibanding semua orang, dia bisa mengendalikan lingkungannya dengan mudah. Karena semuanya akan tunduk dengan apa yang dikatakannya. Masyarakat kerap kali yang menjadi korbannya. Para penguasa terkadang serakah. Semuanya ingin berkuasa, alhasil banyak hal hal yang mereka lakukan malah merugikan masyarakatnya. Contohnya yang terjadi di negara kita tercinta ini. Korupsi terjadi di mana-mana. Para penguasa negara menilai kekuasaannya dengan harta. Dengan banyaknya harta yang mereka miliki, pasti tidak akan ada yang berani melawan. Karena semuanya bisa dikendalikan dengan mudah.  Itulah yang kenyataan terjadi sekarang ini. Kita tidak bisa bilang, bahwa orng yang punya integritas lah yang bisa mengendalikan masyarakat, karena nyatanya orng yang berkuasa yang malah bisa mengendalikan masyarakat. Seharusnya keduanya berjalan seimbang, tetapi jarang kita menemukan orng yang demikian yang mau benar benar memikirkan negaranya. Berbuat sesuai alur, tanpa merugikan yang ada di bawahnya. 

Unknown mengatakan...

Mila Anggraini Widjaja 51411057

Praktik nepotisme kekuasaan itu didasari karena adanya pendistribusian kekuasaan yang tidak merata. Para penguasa yang seharusnya sudah memiliki kekuasaan pun kerap kali ingin  merebut kekuasaan orang lain. 
Mereka berlomba-lomba untuk mendapat kekuasaan hanya cuma ingin dihormati semua orang, mereka merasa kalau dirinya punya kekuasaan penuh dibanding semua orang, dia bisa mengendalikan lingkungannya dengan mudah. Karena semuanya akan tunduk dengan apa yang dikatakannya. Masyarakat kerap kali yang menjadi korbannya. Para penguasa terkadang serakah. Semuanya ingin berkuasa, alhasil banyak hal hal yang mereka lakukan malah merugikan masyarakatnya. Contohnya yang terjadi di negara kita tercinta ini. Korupsi terjadi di mana-mana. Para penguasa negara menilai kekuasaannya dengan harta. Dengan banyaknya harta yang mereka miliki, pasti tidak akan ada yang berani melawan. Karena semuanya bisa dikendalikan dengan mudah.  Itulah yang kenyataan terjadi sekarang ini. Kita tidak bisa bilang, bahwa orng yang punya integritas lah yang bisa mengendalikan masyarakat, karena nyatanya orng yang berkuasa yang malah bisa mengendalikan masyarakat. Seharusnya keduanya berjalan seimbang, tetapi jarang kita menemukan orng yang demikian yang mau benar benar memikirkan negaranya. Berbuat sesuai alur, tanpa merugikan yang ada di bawahnya. 

Unknown mengatakan...

Mila Anggraini Widjaja 51411057

Praktik nepotisme kekuasaan itu didasari karena adanya pendistribusian kekuasaan yang tidak merata. Para penguasa yang seharusnya sudah memiliki kekuasaan pun kerap kali ingin  merebut kekuasaan orang lain. 
Mereka berlomba-lomba untuk mendapat kekuasaan hanya cuma ingin dihormati semua orang, mereka merasa kalau dirinya punya kekuasaan penuh dibanding semua orang, dia bisa mengendalikan lingkungannya dengan mudah. Karena semuanya akan tunduk dengan apa yang dikatakannya. Masyarakat kerap kali yang menjadi korbannya. Para penguasa terkadang serakah. Semuanya ingin berkuasa, alhasil banyak hal hal yang mereka lakukan malah merugikan masyarakatnya. Contohnya yang terjadi di negara kita tercinta ini. Korupsi terjadi di mana-mana. Para penguasa negara menilai kekuasaannya dengan harta. Dengan banyaknya harta yang mereka miliki, pasti tidak akan ada yang berani melawan. Karena semuanya bisa dikendalikan dengan mudah.  Itulah yang kenyataan terjadi sekarang ini. Kita tidak bisa bilang, bahwa orng yang punya integritas lah yang bisa mengendalikan masyarakat, karena nyatanya orng yang berkuasa yang malah bisa mengendalikan masyarakat. Seharusnya keduanya berjalan seimbang, tetapi jarang kita menemukan orng yang demikian yang mau benar benar memikirkan negaranya. Berbuat sesuai alur, tanpa merugikan yang ada di bawahnya. 

Unknown mengatakan...

kaitan antara distribution of power dan praktik nepotisme sangat kuat. untuk menjaga kekuasaan yang di miliki oleh seseorang, nepotisme di lakukan. agar ada stabilitas dalam power yang di miliki. contoh di praktik nepotisme di Indonesia: keluarga Cendana, siapa yang tidak tahu nama tersebut. oleh kekuasaan yang mereka ingin pertahankan dengan mudah mereka melakukan nepotisme,dan siapa yang berani menghalangi hal tersebut? kekuasaan dan power mereka sdh sgt besar.

Anastasia.J 51411002

Unknown mengatakan...

Menurut saya sesuai dengan sifat dasar manusia yaitu mahkluk yang tidak pernah puas itulah yang membuat praktek-praketk seperti itu bermunculan. Ketika kedudukan seseorang sudah menduduki posisi tertinggi dan ketika itu mereka dihadapkan pada persoalaan kekuasaan yang diberikan pada saudara, mereka pasti rela merosotkan kredibilitas mereka dibanding "hidup suci". Mereka "menanam saham" dengan mengajak atau memaksa keluarga mereka untuk menduduki kekuasaan yang tinggi pula alih-alih saat mereka sudah tidak mendapat kekuasaan lagi mereka masih "aman". Tindakan-tindakan seperti inilah yang membuat rakyat memandang politik itu buruk,terlebih rakyat miskin.

PRISCILLIA C.J 51411117

Unknown mengatakan...

Distribution of power banyak dilakukan orang-orang agar kedudukan mereka tidak digeser oleh pihak lain dan itu membuat negara kita semakin terpuruk.


Jessika Anggraini 51411114