Jumat, 23 Mei 2008

Interaksi Publik dan Komunikasi Diafragma

Gatut Priyowidodo

Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FIKOM UK Petra Surabaya

“Karena Diusir, Wartawanpun Tinggalkan Istana”, demikian judul berita Kilas Politik dan Hukum (Kompas, 23/9/2005). Kejadian itu dipicu karena Kepala Sub-Bagian Foto dan Pers Dipl. Ing Armaya Thohir mengusir para jurnalis yang biasa meliput kegiatan Presiden di istana. Saat itu, sedang berlangsng rapat antara Presiden SBY dengan menteri dan Panglima TNI dan para kepala staf TNI soal alat utama sistem senjata. Pagi harinya pengusiran wartawan juga terjadi saat Presiden SBY menerima Dirut PT Danareksa Lin Che Wie. Padahal, para wartawan tersebut meliput atas undangan Biro Pers Istana melalui SMS.

Di Padang lain lagi, akibat pesan berantai via SMS bahwa akan terjadi tsunami hebat menjelang tanggal 30 Desember 2004 lalu, ratusan ribu warga kota Padang tumpah ruah ke jalan menuju bukit untuk mengungsi. Namunpun tanda-tanda berupa gempa besar yang mendahului tidak ada, masyarakat tetap yakin bahwa berita SMS tersebut benar.

Tidak mau kalah dan dituduh gagap teknologi informasi (TI), Presiden pun membuka hotline 9949 layanan SMS yang buka 24 jam untuk menampung seluruh aspirasi masyarakat tanpa sensor. Apapun pesan yang anda kirim, dalam hitungan detik segera akan memperoleh balasan. Sekalipun merupakan balasan otomatis yang sudah diprogram.

Kasus-kasus di atas sekedar contoh, betapa efektifnya fasilitas SMS dipakai sebagai sarana interaksi dan komunikasi publik. Bahkan dalam kurun satu dasa warsa ini perkembangan teknologi seluler ibarat laju mobil yang tidak terkendali lagi. Sangat pesat, inovatif dan revolusioner. Tidak mengherankan selain dampak positif, manusia juga terstimulasi untuk memanfaatkan keterhandalan teknologi seluler tersebut secara menyimpang atau untuk kejahatan.

Interaksi Publik Berwawasan TI

Interaksi publik sebagai sebuah proses sosial sekurangnya dicirikan oleh dua hal yakni adanya kontak sosial dan komunikasi. Con atau cum (bersama-sama) dan tango (menyentuh). Artinya jika menginginkan hasil yang maksimal komunikasi yang dibangun harus dikonstruksi pada tataran bersama-sama dan menyentuh.

Itu sebabnya selain komunikan, komunikator dan pesan, perhatian serius juga harus ditujukan pada instrumen penyampai pesan agar komunikasi berlangsung efektif seturut dengan sasaran yang hendak dituju.

Kemajuan TI selain mengantar kemudahan berinteraksi dan berkomunikasi, tak pelak mempersempit ruang publik diselenggarakannya diskursus secara konvesional. Benturan ide, gagasan yang mewarnai sebuah diskursus akhirnya harus berlangsung di arena pertempuran maya yang sudah pasti kering akan nuansa etika, estetika dan sentuhan-sentuhan humanisme.

Bahasa efisiensi dan efektifitas mesti dipungut sebagai kata kunci dalam katalog akselarsi transaksi-transaksi sosial. Kehadiran fisik menjadi naïf, karena sesungguhnya cukup diwakili dengan simbol-simbol aksara pesan. Tidak hanya itu, wujud dan postur pelaku interaksi pun bisa di sent, tanpa bergulat dengan peliknya alat transportasi, kenaikan BBM ataupun kemacetan lalu-lintas. Kehidupan menjadi praktis dan ekonomis.

Dalam konteks seperti itulah dapat dimengerti mengapa Presiden SBY berusaha mengembangkan pola interaksi publik berwawasan TI. Tradisi Klompencapir yang populer sebagai wahana berinteraksi diera pak Harto dulu sekarang mungkin tidak jamannya lagi. Jaman berganti, pilihan-pilihan strategi berkomunikasipun harus diselaraskan dengan perubahan jaman tersebut.

Sikap, tindakan dan pola perilaku sejatinya adalah hasil reproduksi perkembangan situasi. Atau mengutip teori strukturasi Gidden (1984) bahwa praktek-praktek sosial adalah hubungan timbal-balik antara agen dan struktur. Interaksi antara struktur dan agen melahirkan tindakan individu. Tindakan individu ini berlangsung dalam konteks ruang dan waktu tertentu. Itu berarti bahwa tindakan individu itu tidak selamanya tetap, tetapi berbeda dalam ruang dan waktu yang berbeda.

Dengan demikian ruang dan waktu itu dalam banyak hal tidak bersifat eksternal, tetapi internal dalam diri individu. Maka lahirlah konsep bahwa tidak ada agen yang secara permanen menampilkan dirinya pada setiap tipe praktek sosial. Atau dengan kata lain, setiap praktek sosial akan berlangsung secara dinamis.

Komunikasi Diafragma

Lantaran praktek sosial tidak berlangsung permanen, maka inovasi dalam memilih strategi berinteraksi dan berkomunikasi menjadi sebuah keniscayaan.

Teknologi telekomunikasi bergerak menawarkan banyak fasilitas. Dari suara (voice), SMS, visual/MMS, info terkini hingga email. Alternatif tersebut sengaja disediakan operator penghasil jasa sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.

Mempertimbangkan kemampuan dan daya beli masyarakatnya, maka Presiden SBY memilih layanan SMS sebagai sarana interaksi publik. Tidak mengherankan dalam jangka satu semester hotline tersebut beroperasi, sudah jutaan SMS masuk. Bukti keterhandalan layanan SMS untuk interaksi publik baik antara pemerintah dengan rakyat atau antarindividu dengan individu yang lain sudah teruji.

Ada tiga alasan mengapa SMS dipilih sebagai sarana interaksi dan komunikasi publik. Pertama dialogis, artinya layanan ini sekalipun tidak bersuara tetapi si penerima pesan akan segera memberi respon. Untuk satu topik misalnya, bisa terjadi empat-lima kali kirim pesan. Pada jarak, ruang dan lokasi yang berbeda, seorang pengirim dan penerima pesan bisa melakukan transfer informasi tanpa mengganggu pihak lain.

Kedua Fragmentaris artinya mengingat space yang tersedia amat terbatas, maka si pengirim dan penerima pesan mesti secara cermat memilih kata yang tepat. Maka lazim ditemukan satu tema besar dipecah menjadi beberapa kali pengiriman pesan. Karenaya maniak SMS akan segera tahu kata-kata akronim apa yang pesat berkembang di belantara per-SMS-an. Misalnya, terimakasih disingkat tq, aku disingakt aq dan lain-lain. Hingga pening kepala dicari di kamus pasti tidak menemukan kependekan-kependekan seperti itu.

Bahasa gaul pun tidak cukup akomodatif dengan istilah tersebut. Karena sifat dan fungsinya yang berbeda. Kosa kata SMS cukup dituliskan. Sebab itu bila tidak paham akan segera lekas mengerti jika kata-kata tersebut dikaitkan dengan kata yang lain. Kecuali seluruh pesan ditulis dengan singkatan pasti membingungkan. Bedanya dengan bahasa gaul, bahasa gaul dilafalkan. Tentu tidak mungkin kalau melafalkan tq.

Alasan ketiga mahahemat artinya dibanding komunikasi ucapan, SMS amat murah. Pesan sampai tujuan, dalam tempo singkat, biaya yang dikeluarkan amat hemat. Bagi konsumen amat menguntungkan, bagi pihak operatorpun tidak merugikan. Bahkan sektor layanan SMS sebagai bisnis eceran, keuntungannya amat menggiurkan.

Mengikuti keberhasilan Presiden SBY, dalam mengembangkan strategi interaksi publik melalui jalur komunikasi SMS diafragma, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari pun turut memasang hotline kesehatan 9611, untuk menampung aspirasi masyarakat. Respon masyarakatpun amat antusias karena isu flu burung, BDB, polio yang sekarang lagi mewabah.

Penutup

Melalui pesatnya kemajuan teknologi informasi, baik pemerintah maupun masyarakat harus didorong untuk melakukan sinergi kekuatan. Strategi yang tepat, dalam interaksi publik akan memungkinkan masyarakat mengambil peran lebih khususnya dalam berpartisipasi menjaga keamanan di lingkungan masing-masing.

Partisipasi masyarakat harus selalu ditumbuhkan, agar kewaspadaan dan keamanan nasional tetap terkendali. Jalur komunikasi via SMS yang berkarakteristik diafragma (dialogis, fragmentaris dan mahahemat) adalah sarana yang cukup potensial dikembangkan dan sejauh mungkin mesti dihindarkan dari praktek salah kelola.

Sepanjang layanan hotline ditangani secara profesional, maka pemerintah akan memperoleh banyak manfaat. Masukan yang positif, konstruktif dan demi kebaikan bersama harus ditindaklanjuti. Sebaliknya input yang negatif, kritis dan cenderung destruktif dengan lapang dada juga harus diberi tempat dan perhatian penuh. Siapa tahu, justru hal-hal yang negative tersebut menjadi sumber inspirasi pembenahan ke depan.

1 komentar:

iNigghh...TaSyaa...!!! *_* mengatakan...

Dari : Natasya (51407119)
Jawaban untuk pertanyaan tentang pluralitas beragama dan perebutan pengaruh agama untuk kepentingan politik para elite di Indonesia.

Menurut pendapat saya, agama adalah tuntunan kepada manusia untuk mengenalkan kepada Sang Pencipta alam semesta. Manusia bebas memilih agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Di Indonesia sendiri terdapat lima macam agama, di antaranya adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Semua agama mengajarkan tentang kebaikan-kebaikan di dalamnya. Tuhan meminta umatNYA untuk mengakui, percaya, dan menyembah DIA. Namun, terkadang manusia menyalahgunakan kebebasan beragama (pluralitas beragama) tersebut. Terutama orang-orang elite di Indonesia. Mereka berlomba-lomba untuk menarik masyarakat ke dalam kepentingan politik itu sendiri, yakni dengan cara mengajarkan agama mana yang terbaik. Sebenarnya pluralitas (kebebasan) itu diberikan oleh Sang Pencipta bukan untuk dipertentangkan, apalagi hanya untuk kepentingan politik semata. Padahal agama itu sendiri berbeda dengan politik.